Sebelumnya, post ini ditulis tidak untuk
menyindir/men-judge/mendoktrin atau hal-hal negatif lainnya. Post ini ditulis
karena suatu alasan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Mohon maaf yang sebesar-besarnya untuk yang merasa ‘tidak suka’ dengan apa yang tertulis di sini, mohon maaf jika ada kata-kata yang menyinggung dan mohon maaf jika ini hanya tertulis dan tidak sempat untuk diungkapkan.
Sore di hari ini (4/3) gue dan temen-temen seangkatan
ngikutin kegiatan perkumpulan hima jurusan Teknik Pertanian. Kebetulan hari ini
lagi ngebahas beberapa temen kita yang memutuskan keluar dari alur pembinaan
yang brarti pula menyatakan tidak lagi mengikuti kegiatan hima.
Kakak-kakak pengurus hima pun tadi ikut andil dalam
perkumpulan. Dari ketua umum sampai anggota. Mereka memberikan kebebasan bagi
gue dan temen-temen untuk dapat bertanya dan membuka omongan tentang apapun
yang ada dalam benak gue dan temen-temen. Mereka juga memberikan beberapa
pencerahan bagi kita semua khususnya tentang organisasi.
Ada hal yang menarik perhatian gue dari apa yang diucapkan
oleh salah satu kakak tingkat. Dia kak Z (inisial), mengatakan mengenai hati. Seinget gue
dia bicara seperti ini ‘seharusnya lo itu harus menggunakan hati lo, lo tanya hati
lo untuk mendapatkan solusi, untuk membawa diri lo ke masa depan, kalo lo cuma gunain
logika lo, lo bakalan mikir ngapain sih ngumpul-ngumpul beginian, nggak ada
gunanya. Tapi coba lo gunain hati, lo akan mendapatkan hal yang beda,
memberikan lo solusi yang baik. Lo bakalan mikir untuk masa depan, apa yang lo
lakuin di sini bukan hanya sekedar ngumpul, tapi ada hal-hal yang bisa lo
dapetin, suatu manfaat yang bisa lo terima’. Gue nggak terlalu inget
kata-katanya tapi dari apa yang gue dengar begitulah inti dari perkataan kak Z.
Gue sejenak melamun, ‘kita harus menggunakan hati’. Ada suatu
gejolak yang gue rasain. Gue terdiam melamun dimana gue saat itu mulai
memikirkan bagaimana caranya mengungkapkan dengan kata-kata apa yang gue rasa. Gue
mulai menyambungkan kata demi kata membentuk suatu kalimat yang kompleks,
dengan mengutamakan kesopanan di dalamnya. Gue berniat untuk mengungkapkan apa
yang gue rasain sekaligus bertanya kepada sang kakak tentang ini. Sampai perkumpulan
itu selesai gue belum juga bisa bener-bener menyusun apa yang ingin gue
ungkapkan, sudah lumayan tersusun tapi belum sempurna untuk dikatakan. Sampai pada
akhirnya diperjalanan pulang gue ngobrol dengan temen gue di atas motor. Setelah
menyambung obrolan tentang perkumpulan tadi ternyata gue dan dia memiliki
pikiran yang sama dan menuju topik yang sama, yaitu bicara soal hati tadi. Tapi
sama-sama belum sempat diungkapkan. Dan setelah gue bisa menjelaskan apa yang
ingin gue ungkapkan, gue buru-buru nulis ini post. Ini lah yang ingin gue ungkapkan.
“Kak, mbak, temen-temen, bicara soal hati, sebelumnya kita
di sini angkatan 2013 banyak yang nyasar di jurusan ini. Ada yang nggak tau
kenapa dia masuk sini. Ada yang nggak tau sebenernya Teknik Pertanian itu apa. Ada
yang malah ingin masuk jurusan ini karena untuk menghindari Fisika, tapi
nyatanya kita adalah jurusan Teknik yang mengedepankan Matematika dan Fisika. Ada
juga yang GAGAL dan ngerasa kecewa karena nggak masuk di jurusan yang dia taruh
di pilihan pertama. Yang dia idam-idamkan, dia harapkan, dia impikan. Tapi malah
‘tercebur di jurusan ini’. Dari hal itu pandangan saya melihat, merasakan apa
yang hati rasakan. Otomatis kita akan mengalami down, kecewa, berat hati akan
kenyataan, pupus, dan lain sebagainnya yang dirasakan hati ini. Nggak hanya
itu, untuk mereka yang ‘kesasar’ akan merasakan hal-hal yang tidak jauh beda. Gundah
gulana. Setelah kita lihat pandangan tentang itu. Kita sekarang lihat bagaimana
temen-temen semua mengikuti alur pembinaan. Saya di sini bukan bermaksud
men-judge buruk pembinaan yang ada di hima kita, atau mendoktrin hal-hal negatif.
Tapi saya mengerti apa yang dirasakan temen-temen semua saat mengikuti
pembinaan. Rasa jenuh, tekanan dan lain sebagainya. Saya mewakili perasaan
temen-temen. Dari situ kita dapat manarik suatu kesimpulan yang menimbulkan
suatu pertanyaan. Bagaimana kita bisa menggunakan hati kita dalam mendapatkan
suatu solusi untuk masa depan, untuk membawa kita maju. Sedangkan hati kita
terus ‘ditempa’ dalam tekanan, dari yang sebelumnya nyasar atau gagal, rasa
kecewa dan bimbang yang menghantui dan ditambah gundah gulana, jenuh serta
ketidaknyamanan saat pembinaan. Hati tak lagi bisa bicara. Oke lah, kakak ketum
tadi mengatakan ada cara mereka sendiri untuk mengembalikan semangat ataupun
mood kita di atas titik kejenuhan. Tapi saya beranggapan bahwa hal itu tidak
serta merta dapat membuat hal negatif hilang begitu saja dari apa yang dirasa
hati kita serta membuat hati kita benar-benar ‘sehat’. Tidak sepenuhnya. Sebenernya
ini tentang kenyamanan, perasaan dan hati. Bagaimana kita menyikapinya ? Maaf jika
berlebihan untuk kakak-kakak, mbak-mbak. Terima kasih telah memberikan
kesempatan untuk saya. Sekian dari saya.”
Ada satu hal lagi yang menarik perhatian gue tentang apa
yang dikatakan oleh kak Z, yaitu ‘kalo lo mau hidup di titik nyaman diri lo,
mending lo nggak usah hidup aja deh’. Gue setuju banget dengan kata-kata itu. Bermakna.
Penuh arti. Hidup itu emang nggak selalu nyaman, kadang ada hal-hal pahit juga
yang harusnya ikut kita telan. Hidup bakalan boring, garing abis kalo kita hidup di titik nyaman kita. Flat. Gue tertegun mendengar kata-kata itu, memikirkan
kembali, gue menghadapkan kepala ke angkasa. Mungkin ini sedikit jawaban
penenang atas pertanyaan dan gejolak yang gue rasain di atas.
Tapi belum bisa bener-bener penuh untuk menutupi dan
menghilangkan tanda tanya yang masih tertanam di hati.
curhatan ? "Sampai pada akhirnya diperjalanan pulang gue ngobrol dengan temen gue di atas motor. Setelah menyambung obrolan tentang perkumpulan tadi ternyata gue dan dia memiliki pikiran yang sama dan menuju topik yang sama, yaitu bicara soal hati tadi. Tapi sama-sama belum sempat diungkapkan "
BalasHapusapakah ada yg jadian ? yg sama2 blm d ungkapkan
hahahaha
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuswah.,.,
BalasHapus