Kamis, 03 April 2014

Bicara Soal 'Hati'

Sebelumnya, post ini ditulis tidak untuk menyindir/men-judge/mendoktrin atau hal-hal negatif lainnya. Post ini ditulis karena suatu alasan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Mohon maaf yang sebesar-besarnya untuk yang merasa ‘tidak suka’ dengan apa yang tertulis di sini, mohon maaf jika ada kata-kata yang menyinggung dan mohon maaf jika ini hanya tertulis dan tidak sempat untuk diungkapkan.


Sore di hari ini (4/3) gue dan temen-temen seangkatan ngikutin kegiatan perkumpulan hima jurusan Teknik Pertanian. Kebetulan hari ini lagi ngebahas beberapa temen kita yang memutuskan keluar dari alur pembinaan yang brarti pula menyatakan tidak lagi mengikuti kegiatan hima. 

Kakak-kakak pengurus hima pun tadi ikut andil dalam perkumpulan. Dari ketua umum sampai anggota. Mereka memberikan kebebasan bagi gue dan temen-temen untuk dapat bertanya dan membuka omongan tentang apapun yang ada dalam benak gue dan temen-temen. Mereka juga memberikan beberapa pencerahan bagi kita semua khususnya tentang organisasi.

Ada hal yang menarik perhatian gue dari apa yang diucapkan oleh salah satu kakak tingkat. Dia kak Z (inisial), mengatakan mengenai hati. Seinget gue dia bicara seperti ini ‘seharusnya lo itu harus menggunakan hati lo, lo tanya hati lo untuk mendapatkan solusi, untuk membawa diri lo ke masa depan, kalo lo cuma gunain logika lo, lo bakalan mikir ngapain sih ngumpul-ngumpul beginian, nggak ada gunanya. Tapi coba lo gunain hati, lo akan mendapatkan hal yang beda, memberikan lo solusi yang baik. Lo bakalan mikir untuk masa depan, apa yang lo lakuin di sini bukan hanya sekedar ngumpul, tapi ada hal-hal yang bisa lo dapetin, suatu manfaat yang bisa lo terima’. Gue nggak terlalu inget kata-katanya tapi dari apa yang gue dengar begitulah inti dari perkataan kak Z.

Gue sejenak melamun, ‘kita harus menggunakan hati’. Ada suatu gejolak yang gue rasain. Gue terdiam melamun dimana gue saat itu mulai memikirkan bagaimana caranya mengungkapkan dengan kata-kata apa yang gue rasa. Gue mulai menyambungkan kata demi kata membentuk suatu kalimat yang kompleks, dengan mengutamakan kesopanan di dalamnya. Gue berniat untuk mengungkapkan apa yang gue rasain sekaligus bertanya kepada sang kakak tentang ini. Sampai perkumpulan itu selesai gue belum juga bisa bener-bener menyusun apa yang ingin gue ungkapkan, sudah lumayan tersusun tapi belum sempurna untuk dikatakan. Sampai pada akhirnya diperjalanan pulang gue ngobrol dengan temen gue di atas motor. Setelah menyambung obrolan tentang perkumpulan tadi ternyata gue dan dia memiliki pikiran yang sama dan menuju topik yang sama, yaitu bicara soal hati tadi. Tapi sama-sama belum sempat diungkapkan. Dan setelah gue bisa menjelaskan apa yang ingin gue ungkapkan, gue buru-buru nulis ini post. Ini lah yang ingin gue ungkapkan.

“Kak, mbak, temen-temen, bicara soal hati, sebelumnya kita di sini angkatan 2013 banyak yang nyasar di jurusan ini. Ada yang nggak tau kenapa dia masuk sini. Ada yang nggak tau sebenernya Teknik Pertanian itu apa. Ada yang malah ingin masuk jurusan ini karena untuk menghindari Fisika, tapi nyatanya kita adalah jurusan Teknik yang mengedepankan Matematika dan Fisika. Ada juga yang GAGAL dan ngerasa kecewa karena nggak masuk di jurusan yang dia taruh di pilihan pertama. Yang dia idam-idamkan, dia harapkan, dia impikan. Tapi malah ‘tercebur di jurusan ini’. Dari hal itu pandangan saya melihat, merasakan apa yang hati rasakan. Otomatis kita akan mengalami down, kecewa, berat hati akan kenyataan, pupus, dan lain sebagainnya yang dirasakan hati ini. Nggak hanya itu, untuk mereka yang ‘kesasar’ akan merasakan hal-hal yang tidak jauh beda. Gundah gulana. Setelah kita lihat pandangan tentang itu. Kita sekarang lihat bagaimana temen-temen semua mengikuti alur pembinaan. Saya di sini bukan bermaksud men-judge buruk pembinaan yang ada di hima kita, atau mendoktrin hal-hal negatif. Tapi saya mengerti apa yang dirasakan temen-temen semua saat mengikuti pembinaan. Rasa jenuh, tekanan dan lain sebagainya. Saya mewakili perasaan temen-temen. Dari situ kita dapat manarik suatu kesimpulan yang menimbulkan suatu pertanyaan. Bagaimana kita bisa menggunakan hati kita dalam mendapatkan suatu solusi untuk masa depan, untuk membawa kita maju. Sedangkan hati kita terus ‘ditempa’ dalam tekanan, dari yang sebelumnya nyasar atau gagal, rasa kecewa dan bimbang yang menghantui dan ditambah gundah gulana, jenuh serta ketidaknyamanan saat pembinaan. Hati tak lagi bisa bicara. Oke lah, kakak ketum tadi mengatakan ada cara mereka sendiri untuk mengembalikan semangat ataupun mood kita di atas titik kejenuhan. Tapi saya beranggapan bahwa hal itu tidak serta merta dapat membuat hal negatif hilang begitu saja dari apa yang dirasa hati kita serta membuat hati kita benar-benar ‘sehat’. Tidak sepenuhnya. Sebenernya ini tentang kenyamanan, perasaan dan hati. Bagaimana kita menyikapinya ? Maaf jika berlebihan untuk kakak-kakak, mbak-mbak. Terima kasih telah memberikan kesempatan untuk saya. Sekian dari saya.”

Ada satu hal lagi yang menarik perhatian gue tentang apa yang dikatakan oleh kak Z, yaitu ‘kalo lo mau hidup di titik nyaman diri lo, mending lo nggak usah hidup aja deh’. Gue setuju banget dengan kata-kata itu. Bermakna. Penuh arti. Hidup itu emang nggak selalu nyaman, kadang ada hal-hal pahit juga yang harusnya ikut kita telan. Hidup bakalan boring, garing abis kalo kita hidup di titik nyaman kita. Flat. Gue tertegun mendengar kata-kata itu, memikirkan kembali, gue menghadapkan kepala ke angkasa. Mungkin ini sedikit jawaban penenang atas pertanyaan dan gejolak yang gue rasain di atas.

Tapi belum bisa bener-bener penuh untuk menutupi dan menghilangkan tanda tanya yang masih tertanam di hati. 

4 komentar:

  1. curhatan ? "Sampai pada akhirnya diperjalanan pulang gue ngobrol dengan temen gue di atas motor. Setelah menyambung obrolan tentang perkumpulan tadi ternyata gue dan dia memiliki pikiran yang sama dan menuju topik yang sama, yaitu bicara soal hati tadi. Tapi sama-sama belum sempat diungkapkan "

    apakah ada yg jadian ? yg sama2 blm d ungkapkan
    hahahaha

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus